A.
Pengertian Isytiqaq (Derivasi)
Derivasi adalah merupakan proses morfemis yang karena afiksasi menyebabkan
terbentuknya berbagai macam bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut
berubah kelas katanya dari kata dasarnya. Lyons (dalam Putrayasa, 2008:103)
menyatakan bahwa derivasi adalah proses pembentukan kata-kata baru dari
kata-kata yang sudah ada (akar atau kata asal), ajektiva dari nomina (ajektiva
denomina), nomina dari verba (nomina deverba), ajektiva dari verba (ajektiva
deverba), dan sebagainya. Selanjutnya Verhaar (2008:143) menambahkan bahwa dua
kata dengan kata dasar sama termasuk kelas kata yang sama, tetapi berbeda
maknanya, maka kedua kata itu juga termasuk derivasi karena berbeda secara
leksikal.
Derivasi adalah proses perubahan suatu kata menjadi kata baru yang berlainan
kelas katanya (Kentjono, 1984: 46). Perubahan dari makan menjadi makanan
termasuk derivasi karena kedua kata tersebut kelas katanya berbeda. Perubahan
kata dari kataba / menjadi /ka:tib-/ dalam bahasa Arab termasuk derivasi. Kedua
contoh tadi merupakan perubahan dari kata kerja menjadi kata benda.
Derivasi adalah
bentuk-bentuk yang lazim didengar oleh bahasa arab baik yang analogis maupun
tidak. Menurut Sibawaehi kata kerja terambil dari masdar dan bukan sebaliknya.
Atau dengan kata lain masdar adalah induk sementara kata kerja adalah turunan.
Sementara menurut ulama Kufah masdar diturunkan dari kata kerja. Terobosan
Sibawaehi adalah sebuah analisis yang mendalam karena masdar pada dasarnya
mengandung arti peristiwa dan waktu, peristiwa tersebut berlangsung sehingga
terkait dengan waktu lampau, sekarang dan akan datang.
B.
Jenis-Jenis Isytiqaq (Derivasi)
1.
Minor (Asgar)
Yang dimaksud dengan derivasi minor adalah derivasi yang
mempertahankan susunan konsonan asalnya (C1 C2 C3) dalam
pembentukan-pembentukan turunan (derivasi) walaupun infliks dapat saja
dimaksudkan antara huruf-huruf tersebut. Dengan demikian, dari kata yang
terdiri dari konsonan-konsonan K-T-B, dapat dibentuk kata-kata yang amat banyak
tanpa menubah susunan huruf-huruf tersebut.
Contohnya:
Ka
Ta Ba, Ku Ti Ba, Ka Ti Ba, Maktub, dan seerusnya.
2.
Menengah (Kabir)
Derivasi tengah adalah pembentukan kata turunan dengan mengubah
susunan huruf-huruf konsonan. Ibnu Jinni (wafa 1002) termasuk salah seorang
pendukung awal terhadap metode ini. Asumsi yang mendasari prinsip ini adalah
bahwah bunyi mempunyai hubungan yang erat dengan makna, tanpa memandang letak
suatu huruf. Sebagai contoh..j-b-r dalam bentuk aslinya arti kekuatan atau
daya. Konotasi makna ini sesuai teori tersebut selalu di perahankan, tanpa
memperhatikan apakah huruf-huruf itu
terletak pada awal, tengah, atau akhir. Dengan demikian, JBR mengandung
hubungan arti dengan BRJ, BJR, RJB. Dengan cara ini, sejumlah kata yang
menunjukan arti kekuatan atau dapat dibentuk menurut kaidah derivasi major.
3.
Mayor (Akbar)
Derivasi Mayor yang didukung antara lain oleh Ibni Sakkit (wafat
857). Prinsip-prinsip yang mendasarinya memberikan asumsi, bahwah kata-kata
yang mempunyai huruf-huruf yang sama mempunyai keterkaitan dalam makna,
walaupun berbeda dalam pengucapannya. Dengan demikian, kata Ra Ja Ma yang
berarti merajam sampai mati mempunyai kaitan dengan Ra Ta Ma yang berari
menghancurkan sesuatu karena huruf-huruf
RM terdapat pada kedua kata tersebut
C.
Beberapa Pandangan Mengenai Isytiqaq
Isytiqâq
merupakan salah satu keistimewaan dalam bahasa Arab. Selain bahasa Arab tidak
mengenal mengenai isytiqâq. Namun demikian, para sarjana bahasa Arab berbeda
pendapat mengenai isytiqâq. Menurut mereka setiap kata adalah ashl, adapula
yang berpendapat bahwa setiap bahasa adalah musytâq. Adapun pendapat yang
mengakui adanya isytiqâq adalah kelompok ahli bahasa seperti al-Ashmu’i (w. 216
H), Quthrub (w.206 H), al-Akhfasy (w. 210 H), Abû Nashr al-Bahilî, al-Mufadhal
Ibn Salmah, al-Mubarrad Ibn Duraid (w.321 H), al-Zajjâj, Ibn al-Sarrâj,
al-Rumâni (386 H), al-Nuhâs dan lain sebagainya. Mereka sepakat bahwa sebagian
kata ada yang musytâq, namun adapula yang tidak musytaq. Sedangkan yang
mengakui bahwa setiap kata itu ashl adalah al-Sîrrâfî (w. 368 H).
1.
Menurut Tamam Hasan isytiqâq adalah kata-kata
yang mempunyai bentuk yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan dalam tiga
huruf asli pada fa’, ‘ain dan lam fi`ilnya. Ibrahim Anis berpendapat isytiqâq
adalah proses pengeluaran lafal dari lafal atau bentuk (sighah) dari bentuk
yang lain. Selain itu Anis juga mengutip sebuah definisi mengenai isytiqâq
dengan “mengeluarkan lafal dari yang lain yang sama dalam segi makna dan huruf
aslinya.
Dalam Mu’jam Maqâyis al-Lughah dinyatakan bahwa setiap kata yang mempunyai bentuk dasar dari Syin dan Qaf maka ia mempunyai arti pergumulan dalam sesuatu. Termasuk dalam hal isytiqâq yang mempunyai arti perubahan dalam kalam dari sisi kanan dan kiri dengan meninggalkan tujuan.
Dalam Mu’jam Maqâyis al-Lughah dinyatakan bahwa setiap kata yang mempunyai bentuk dasar dari Syin dan Qaf maka ia mempunyai arti pergumulan dalam sesuatu. Termasuk dalam hal isytiqâq yang mempunyai arti perubahan dalam kalam dari sisi kanan dan kiri dengan meninggalkan tujuan.
2.
Al-Jurjâni dalam karyanya, al-Ta’rifat,
mendefinisikan Isytiqâq dengan membentuk suatu lafal dari yang lain dengan
syarat ada keterkaitan antara makna dan urutan dan berubah dalam syighatnya. Ia
juga menyebutkan secara langsung mengenai isytiqâq shaghîr, isytiqâq kabîr dan
isytiqâq akbar. Isytiqâq shaghir yaitu antara dua lafal berkaitan dalam huruf
dan urutannya. Isytiqâq kabîr yaitu antara dua lafal berkaitan dalam lafal dan
makna bukan urutannya. Isytiqâq akbar yaitu antara lafal berkaitan dalam
makhrajnya.
3.
Muhammad al-Tunjî menyatakan pada dasarnya
setiap isytiqâq ada keterkaitan (munâsabah) dari sudut materi (mâddah) dan
makna. Dalam isytiqâq, yang muncul adalah perluasan makna dari makna pertama.
`Abd Allah Amin mendefinisikan isytiqâq dengan mengambil satu kata dari kata
lain atau lebih dengan syarat ada keterkaitan antara yang mengambil dan diambil
dalam lafal dan makna secara keseluruhan. Definisi ini diklaim sudah mencakup
kesemua macam isytiqâq dan tinggal penjabarannya saja.
4.
‘Abd Allah Afandi melihat permasalahan isytiqâq
telah diketahui oleh para ulama baik yang klasik atau modern, mereka juga sudah
menjelaskan macam-macamnya, dan banyak mempunyai perbedaan dalam
mendefinisikannya. Namun sayangnya, pemikiran mereka yang tertuang dalam buku
dan beberapa risalah banyak yang tidak ditemukan. Sedangkan definisi yang ia
berikan tentang isytiqâq adalah mengambil kata dari kata, dengan ada persamaan
dalam hal yang diambil dan mengambil dalam lafazh dan makna. Ia membagi menjadi
shaghir, kabir, kubar dan kubbâr (naht).
5.
Menurut al-Wâsithi, isytiqâq adalah mengambil
pecahan sesuatu, yaitu separonya. Dapat juga diartikan dengan membentuk sesuatu
dari murtajal (kata asal). Bisa juga diartikan dengan mengambil dalam kata dan
dari sisi kanan dan kiri dengan meninggalkan tujuan. Ada juga yang menyatakan
dengan membentuk kata dari kata. Pembagiannya ada dua, Shaghîr dan kabîr.
Bagitu juga dalam kamus al-Muhîth membentuk belahan sesuatu, yang dimaksud
dengan membentuk dalam kata dari sisi kanan dan kiri.
D.
Bentuk-Bentuk Kata yang Musytag dari kata asalnya
Isim Musytaq yaitu isim yang
digunakan untuk menyebut suatu nama tertentu, dan diambil dari perubahan bentuk
dalam tashrifan. Misalnyaكتاب كاتب مكتوب مكتب yang
digunakan untuk menyebut tulisan, penulis, yang ditulis, tempat menulis yang
terambil dari perubahan dalam tashrifan كتب
يكتب كتاب كاتب مكتوب مكتب.
Inilah yang disebutIsim Musytaq.
Ciri – ciri Isim Musytaq adalah :
v Terdiri dari kata benda yang diambil dari fi'il
v menunjukkan sifat dan pelaku
v Pembagian Isim Musytaq
Isim Musytaq memiliki bagian
sebagai berikut :
a) Isim Fa'il فَاعِل اِسْم atau
Pelaku (yang melakukan pekerjaan).
Isim Fa'il ada dua wazan (pola
pembentukan) yaitu:
فَاع bila
berasal dari Fi'il Tsulatsi (Fi'il yang terdiri
dari tiga huruf)
مُفْعِلٌ bila berasal dari Fi'il yang
lebih dari tiga huruf
Fi'il
|
Isim Fa'il
|
يَعْلَمُ - عَلِمَ = mengetahui
|
عَالِمٌ = yang mengetahui
|
يَنَامُ - نَامَ = tidur
|
نَائِمٌ = yang tidur
|
أَسْلَمَ - يُسْلِمُ = menyerah
|
مُسْلِمٌ = yang menyerah
|
أَنْفَقَ - يُنْفِقُ = berinfak
|
مُنْفِقٌ = yang berinfak
|
Disamping itu dikenal pula istilah bentuk Mubalaghah مُبَالَغَة dari Isim
Fa'il yang berfungsi untuk menguatkan artinya.
Contoh:
Fi'il
|
Isim Fa'il
|
Isim Mubalaghah
|
عَلِمَ-يَعْلَمُ
|
عَالِمٌ
|
عَلِيْمٌ / عَلاَّمٌ = yang sangat mengetahui
|
غَفَرَ-يَغْفِرُ
|
غَافِرٌ
|
غَفُوْرٌ / غَفَّارٌ = yang suka mengampuni
|
b) Sifat Musyabbahah مُشَبَّهَة صِفَة ialah Isim yang
menyerupai Isim Fa'il tetapi lebih condong pada arti sifatnya
yang tetap. Misalnya:
Fi'il
|
Isim Fa'il
|
Sifat Musyabbahah
|
فَرِحَ-يَفْرَحُ = senang
|
فَارِحٌ
|
فَرِحٌ = orang senang
|
عَمِيَ-يَعْمَى = buta
|
عَامِيٌ
|
أَعْمَى = orang buta
|
جَاعَ-يَجُوْعُ = lapar
|
جَائِعٌ
|
جَوْعَانٌ = orang kelaparan
|
c) Isim Maf'ul مَفْعُوْل اِسْم yaitu Isim yang
dikenai pekerjaan.
Fi'il
|
Isim Maf'ul
|
يَغْفِرُ - غَفَرَ = mengampuni
|
مَغْفُوْرٌ = yang diampuni
|
يَعْلَمُ - عَلِمَ = mengetahui
|
مَعْلُوْمٌ = yang diketahui
|
يَبِيْعُ - بَاعَ = menjual
|
مَبِيْعٌ = yang dijual
|
d) Isim Tafdhil تَفْضِيْل اِسْم ialah Isim yang
menunjukkan arti "lebih" atau "paling". Wazan (pola)
umum Isim Tafdhil adalah: أَفْعَلُ . Contoh:
Isim Fa'il
|
Isim Mubalaghah
|
Isim Tafdhil
|
عَالِمٌ
|
عَلِيْمٌ = sangat mengetahui
|
أَعْلَمُ = yang lebih mengetahui
|
كَابِرٌ
|
كَبِيْرٌ = sangat besar
|
أَكْبَرُ =yang lebih besar
|
قَارِبٌ
|
قَرِيْبٌ = sangat dekat
|
أَقْرَبُ = yang lebih dekat
|
Disamping itu karena pengaaruh qawaid terdapat pula bentuk yang sedikit
agak berbeda, seperti:
Sifat Musyabbahah
|
Isim Tafdhil
|
شَدِيْدٌ = yang sangat
|
أَشَدُّ = yang lebih sangat
|
حَقِيْقٌ = yang berhak
|
أَحَقُّ =yang lebih berhak
|
e) Isim Zaman زَمَان اِسْم yaitu Isim yang
menunjukkan waktu dan Isim Makan
مَكَان اِسْم yaitu Isim yang
menunjukkan tempat.
Fi'il
|
Isim Zaman/Makan
|
يَكْتُبُ- كَتَبَ = menulis
|
مَكْتَبٌ = kantor
|
لَعِبَ يَلْعَبُ =bermain
|
مَلْعَبٌ = tempat bermain
|
سَجَدَ يَسْجُدُ =bersujud
|
مَسْجِدٌ = masjid
|
وَلَدَ يَلِدُ =melahirkan
|
مَوْلِدٌ = hari kelahiran
|
f) Isim Alat آلَة اِسْم yaitu Isim yang menunjukkan
alat agar digunakan untuk melakukan suatu Fi'il [4]
Fi'il
|
Isim Alat
|
فَتَحَ
يَفْتَحُ = membuka
|
مِفْتَاحٌ = kunci
|
وَزَنَ يَزِنُ = menimbang
|
مِيْزَانٌ = timbangan
|
جَلَسَ يَجْلِسُ = duduk
|
مَجْلِسٌ = tempat duduk
|
E.
Karya-Karya Ulama dalam Masalah Istytiqaq
Diantara
Karya-Karya Para Ulama mengenai Isytiqaq yaitu:
1.
Ibn Dahiyah dalam
kitabnya al-Tanwir sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi, isytiqâq kalam Arab
yang langka,dan isytiqaq ini langsung dari Allah swt.
2.
Al-Suyuthi menyatakan
bahwa orang yang berpendapat bahwa bahasa tidak ada isytiqaqnya adalah syadz,
Jalâl al-Dîn al-Suyuthi, al-Muzhir, jilid I., h. 345
Shubhi al-Shaleh, Dirâsah fi Fiqh al-Lughah (Beirut: Dâr al-‘ilm lil Malayîn, 1979), h. 175.
Shubhi al-Shaleh, Dirâsah fi Fiqh al-Lughah (Beirut: Dâr al-‘ilm lil Malayîn, 1979), h. 175.
3.
Emil Badi` Ya`qub, Fiqh
al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khashâisuha (Beirut: al-Tsiqafah al-Islamiyyah,
1983), h. 187-188.
4.
Abû Fath Utsmân ibn
Jinni, al-Khashâish (Kairo: Dâr al-Kutub al-Mishriyah, 1952), jilid., 2., h.
133. Sebagai pengayaan atas ide awal isytiqaq ini dapat dilihat juga pada, `Abd
al-Maqshûd Muhammad `Abd al-Maqshûd, al-Isytiqâq al-Sharfi wa Tathawwuruhu (Kairo:
Maktabah al-Tsiqafiyyah al-Diniyah, 2006), h. 10.
Adapun tempat dan tokoh pada awal masa tadwin dapat dilihat pada Muhammad ‘Abid al-Jabiri, Takwin al-‘Aql al-Arabi (Dâr al-Baidha’: al-Markaz al-Tsiqâfi, 1991), h. 62-63.
Adapun tempat dan tokoh pada awal masa tadwin dapat dilihat pada Muhammad ‘Abid al-Jabiri, Takwin al-‘Aql al-Arabi (Dâr al-Baidha’: al-Markaz al-Tsiqâfi, 1991), h. 62-63.
5.
Ahmad Warson Munawir,
al-Munawwir (Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 784, Luis Ma’luf,
al-Munjid fî al-Lhughah wa al-A`lam ( Beirut: Dâr al-Masyriq, 2002), h. 396.
6.
Ibn Manzhur, Lisân
al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1990), jilid 10., h. 184
Tammam Hasân, al-Lughah al-‘Arabiyah Ma`naha wa Mabnaha (Kairo: al-Hay’ah alAbu Husain Ahmad Ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam al-Maqâyis fî al-Lughah (Kairo: Maktabah Khanji, 1981), jilid 3. h. 170-17.
Tammam Hasân, al-Lughah al-‘Arabiyah Ma`naha wa Mabnaha (Kairo: al-Hay’ah alAbu Husain Ahmad Ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam al-Maqâyis fî al-Lughah (Kairo: Maktabah Khanji, 1981), jilid 3. h. 170-17.
7.
‘Ali Ibn Muhammad
al-Jurjâni, Kitâb al-Ta’rifat (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), h. 27.
Muhammad al-Tunji, al-Mu’jam al-Mufashal fi al-Adab (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), jilid I., h. 98.
Muhammad al-Tunji, al-Mu’jam al-Mufashal fi al-Adab (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), jilid I., h. 98.
8.
‘Abd Allah Amin,
al-Isytiqâq (Kairo: Maktabah al-Khanji, 2000), h. 1
Muhammad Fuad al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an (Surabaya: Maktabah Dahlan, tt), h. 488-489.
Muhammad Fuad al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an (Surabaya: Maktabah Dahlan, tt), h. 488-489.
sangat membantu
BalasHapusTerimakasih ....
BalasHapusUkhty... Kuliah d mana?
Hapus