أَعْضَاءُ جِسْمِ الإنْسَانِ

 –BAGIAN TUBUH MANUSIA–
( أَعْضَاءُ جِسْمِ الإنْسَانِ )

INDO

ARAB

NO

INDO

ARAB

NO

INDO

ARAB

NO
Lengan
ذِرَاعٌ
31
Rahang
فَكٌّ
16
Kepala
رَأْسٌ
1
Tangan
يَدٌ
32
Dagu
ذِقْنٌ
17
Rambut
شَعْرٌ
2
Jari
إصْبَعٌ ج أَصَابِعُ
33
Otak
مُخٌّ
18
Mata
عَيْنٌ
3
Jari kaki
أَصَابِعُ الْقَدَمِ
34
Akal
عَقْلٌ
19
Telinga
أُذُنٌ
4
Ibu jari
الإبْهَامُ
35
Tengkorak
جَمْجَمَةٌ
20
Hidung
أَنْفٌ
5
Telunjuk
السَّبَابَةُ
36
Tulang
عَظْمٌ
21
Wajah
وَجْهٌ
6
Jari manis
الْبِنْصَرُ
37
Daging
لَحْمٌ
22
Pipi
وَجْنَةٌ / خَدٌّ
7
Jari tengah
الْوُسْطَى
38
Dada
صَدْرٌ
23
mulut
فَمٌ
8
Kelingking
الْخنْصَرُ
39
Hati
قَلْبٌ
24
Alis
حَاجِبٌ
9
Lutut
رُكْبَةٌ
40
Paru-paru
رِئَةٌ
25
Kelopak mata
جُفْنٌ
10
Paha
فَخِذٌ
41
Limpa
كَبِدٌ
26
Bulu mata
رَمْشٌ
11
Kaki
قَدَمٌ / رِجْلٌ
42
Perut
بَطْنٌ
27
Leher
عُنُقٌ
12
Kuku
ظُفْرٌ
43
Lambung
مَعدَةٌ / جَنْبٌ
28
Gigi
سِنٌّ
13
Tumit
عَقِبٌ
44
Usus
مَعْيٌ ج أَمْعَاءٌ
29
Kening
جَبْهَةٌ
14
Mata kaki
كَعْبٌ
45
Darah
دَمٌ
30
Bibir
شَفَةٌ
15

SEMANTIK

     A.   Semantik
Semantik adalah cabang linguistic yang membahas arti atau makna. Contoh jelas dari perian atau ”deskripsi” semantic adalah leksikografi: masing-masing leksem diberi periam artinya atau maknanya: perian semantis.
            Di pihak lain, semantic termasuk tata bahasa juga. Contohya adalah morfologi.  Dalam bentuk (inggris) un-comfort-able,  morfem un mengandung arti “tidak”, uncomfortable artinya sama dengan not comfortable. Demikian pula, bentuk Indonesia memper-tebal mengandung morfem memper-,yang artinya boleh disebut “kausatif”, maksudnya, mempertebal artinya ‘menyebabkan sesuatu manjadi lebih tebal’ (perian makna dalam ilmu linguistik lazim dilambangkan dengan mengapitnya antara tanda petik tunggal).
            Di dalam sintaksis ada pula unsur semantik tertentu. Satu contoh saja di sini kiranya memadai. Analisislah kalimat saya membangun rumah. Saya disebut “subjek”, dan subjek itu adalah ‘pelaku’ kegiatan tertentu (yaitu membangun). Sebaliknya, rumah (dalam kalimat tadi) ”menderita” kegiatan membangun, dan boleh disebut ‘penderita’. Jadi makna tertentu pasti ada dalam sintaksis, meskipun tentunya bukan makna leksikal; makna itu disebut “makna gramatikal”.
Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Kalau istilah ini tatap dipakai tentu harus diingat bahwa status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis adalah tidak sama, sebab secara hieralkial satuan bahasa yang disebut wacana, seperti sudah dibicarakan pada bab-bab terdahulu, dibangun oleh kalimat ; satuan kalimat dibangun oleh frase; satuan frase dibangun oleh kata; satuan kata dibangun oleh morfem; satuan morfem dibagun oleh fonem; dan akhirnya satuan fonem dibangun oleh fon atau bunyi.
Dari bangun membangun itu, kita bisa bertanya, dimanakah letak semantik? Semantik dengan objeknya yakni makna, berada diseluruh atau di semua tataran yang bangun membangun ini: makna berada di dalam tataran fonologo, morfologi, dan sintaksis. Oleh karena itu, penamaan tataran untuk semantik atau kurang tepat, sebab dia  bukan satu tataran dalam arti unsur pembangunan satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.
 Oleh karena itu pula, barangkali, para linguis strukturalis tidak begitu peduli dengan masalah makna ini, karana dianggap tidak termasuk atau atau menjadi tataran yang sederajat dengan tataran yang bangun-membangun itu. Hocket (1954), misalnya, salah seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu tidak sama derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedangkan subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal. Mengapa subsistem semantik disebut bersifat periferel? Karena, seperti pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna menjadi  objek semantik adalah sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sisintaksis).
B.     Istilah semantik
                   Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna ( arti, Inggris:meaning). Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa inggris. Mengenai sejarah istilah ini dapat dibaca karangan A.W. Read yang berjudul, An Account of the World Semantics yang dimuat dalam majalah World, No, 4, tahun 1948, halaman 78-97. Meskipun sudah ada istilah semantic, misalnya dalam kelompok kata semantic philosophy pada abad ke-17, istilah semantic baru muncul dan diperkenalkan melalui organisasi filologi Amerika ( American Philological Association) tahun 1894 yang judulnya Reflected Meaning a Point in Semantics.
                   Istilah semantic berpadanan dengan kata semantique dalam bahasa prancis yang diserap dari bahasa yunani dan diperkenalkan oleh M. Breal. Di dalam kedua istilah itu (semantics, semantique), sebenarya semantic belum tegas membicarakan makna atau belum tegas membahas makna sebagai objeknya, sebab yang dibahas lebih banyak yang berhubungan denagn sejarahnya.
                   Sebelum dibahas pengertian semantik, ada baiknya diperhatikan beberapa hal yang diinginkan oleh Samuel dan kiefer yaitu:
1.      Apakah suatu kalimat mempunyai makna atau tidak?
2.      Apabila kalimat tersebut mempunyai makna, berapa makna yang terkandung di dalam kalimat itu?
3.      Apabila ada dua kalimat, apakah makna umum kalimat-kalimat itu, dan berapa makna yang terkandung di dalamnya?
4.      Bagaimanakah kita seharusnya menetapkan hubugan semantik antara kalimat-kalimat yang secara gramatikal berbeda?
kalimat-kalimat sesungguhnya memiliki inti yang disebut inti logika yang muncul bersama-sama di dalam persoalan teori semantic formal; inti logika seharusnya dapat menjelaskan derivasi kalimat sehingga penanda dapat menampung sifat semantic pada setiap kalimat yang di turunkan; jelas, seperangkat pengertian maka kalimat lebih luas dari pada kalimat itu sendiri; dan wacana dapat digunakan untuk menerangkan.
            Pendapat Samuel dan kiefer di atas bertitik tolak dari pengamatan mereka tentang kalimat, bahkan wacana, dalam kaitannya dengan pembahasan semantic dalam buku ini, apa yang di kemukakan di atas melampaui makna dalam batas kata, dijadikan peringatan untuk membahas makna pada tingkat kata.
Diantara pokok-pokok yamg masih perlu dibahas ada semantik, yaitu penelitian tentang makna atau arti. Makna atau arti hadir dalam tatabahasa, semantik dapat dibagi atas semantik gramatikal dan semantik leksikal.
Di dalam cakupan semantik ada bidang yang khas, yang dikenal sebagai “deiknis”. Deiknis adalah sifat semantis sedemikian rupa sehingga dimensi referensisl kata tertentu tergantung dari identitas penutur. Misalnya, siapa yang diacu oleh pronomina seperti aku dan kamu tergantung dari siapa yang menjadi penutur. Di samping semantik leksikal yang terlibat dalam semantik deiksis, terdapat akibat deiksis untuk tatabahasa pula. Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna.
C.     Hakikat Makna
Banyak teori tentang makna telah dikemukakan orsng. Ferdinand de Saussure dengan teori tanda linguistiknya. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau ”yang megartikan“ yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian). umpamanya tanda linguistik berupa ( dalam bentuk ortografis) <meja> terdiri dari komponen signifian, yakni berupa runtunan fonem /m/, /e/, /j/, /a/, dan komponen signifiannya berupa berupa konsep atau makna ‘sejenis perabot kantor atau rumah tangga’. Tanda linguistik ini yang berupa runtunan fonem dan konsep yang dimiliki runtunan fonem ini mengacu pada sebuah referen yang berada diluar bahasa. 
            Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari pandangan ferdinand de Saussure bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik, masalah kita sekarang, di dalam praktek tanda linguistik itu berwujud apa? Kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem,
            Memanag ada juga teori yang menyatakan bahwa makna itu tidak lain dari pada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu. Hanya perlu dipahami bahwa tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret didunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, kebudayaan dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret.
D.    Makna Denotatif dan Makna Konotatif
            Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem, jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang yang bisa diternakan untuk dimanfaatkan dagingnya’. Kata kurus bermakna denotatif ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’. Kata rombongan bermakna denotatif ‘sekumpulan orang yang mengelompok menjadi satu kesatuan’
            Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif adalah makna lain yang ”ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata babi pada contoh diatas, pada orang yang beragama islam atau didalam masyarakat islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak tidak enak bila mendengar kata itu. Kata kurus juga pada contoh diatas, berkonotasi netral, artinya, tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan (unfavorable). Tetapi kata ramping, yang sebenarnya bersinonim kata kurus it memiliki konotatif positif, nilai rasa yang mengenakkan; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata kerempeng, yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping itu, mempunyai konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan; orang akan merasa tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.
            Dari contoh kurus, ramping dan kerempeng itu dapat kita simpulkan, bahwa ketiga kata itu secara denotatif mempunyai makna yang sama atau bersinonim, tetapi ketiganya memiliki konotasi yang tidak sama; kurus berkonotasi netral, ramping berkonotasi positif, dan kerempeng berkonotasi negatif. Bagaimana dengan kata rombongan dan gerombolan? Manakah yang berkonotasi positif dan mana pula yang berkonotasi negatif?
                   Berkenaan dengan masalah konotasi ini, satu hal yang harus anda ingat adalah bahwa konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dan orang lain, antara satu daerah dengan daerah lain. Begitulah dengan kata  babi di atas; berkonotasi negatif bagi yang beragama islam.






DOMAIN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

1.     Pengertian Domain Teknologi Pembelajaran
Teknologi Pembelajaran ( Instructional Technologi ) adalah teori dan praktek desain, pengembanan, pemakain, manajemen,dan Evaluasi .
Ada 5 domain teknologi pembelajaran (5 kawasan yang menjadi pehatian teknologi pembelajaran):

2.      Domain Teknologi Pembelajaran
A.    Pengertian Desain
Ada beberapa pengertian yang dikemukkan oleh para ahli tentang Desain yaitu :
1.      Cunningham mengatakan bahwa desaian itu ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi-imajinasi, dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang tujuan memvisualiasasi dan memformulasi hasil yang diingginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.Desain di sini menekan pada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.
2.      Definisi yang kedua mengatakan bahwa desaian adalah hubungan antara apa yang ada sekarang (what is) dengan bagaimana seharusnya (what should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program, dan alokasi sumber.Desain disini menekankan kepada usaha mengisi kesenjangan antara keadaan dengan keadaan yang akan datang yang sesuai dengan apa yang akan dicita-citakan, ilah menghilangkan jarak antara keadaan sekarang dengan keadaan yang akan mendatang yang diinginkan.
3.      Sementara  itu defini yang lain ialah desain adalah suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan.Dalam definisi ini ada asumsi bahwa perubahan selalu terjadi.
Ketiga definisi yang dikemukkan daiatas memperlihatkan rumusan dan tekanan yang berbeda. Yang satu mencari wujud yang akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lain menghilangkan kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan yang mendatang, dan yang satu lagi mengubah keadaan agar sejalan dengan keadaan lingkungan yang juga berubah. Meskipun demikian pada hakekatnya bermakna sama yaitu sama-sama ingin mencari dan mencapai wujud yang akan datang, tetapi yang pertama dan kedua bahwa yang dicari itu akibatnya terjadinya perubahan, termasuk perubahan dalam cita-cita.
Berdasarkan  rumusan diatas, maka dapat dibuat suatu rumusan yang baru tentang desaian yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan yang baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehinnga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strateg dan produk.
Kawasan Desain meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu:
1.      Desain Sistem Pembelajaran; yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi
a)      penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari)
b)       perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya)
c)      pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran
d)     pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi)
e)      penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran)
Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
2.            Desain Pesan yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
3.                  Strategi Pembelajaran; yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajara yang dikendaki.
4.                  Karakteristik Pembelajar, yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata - dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek lainnya.
B.        Pengertian Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi :
1.      Teknologi Cetak
2.       Teknologi Audio-Visual
3.      Teknologi Komputer
4.      Teknologi Terpadu
Kawasan  pengembangan berakar pada produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan. Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain (teknologi cetak) mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak sejarah dari gerakan audio-visual ke era  teknolgi dimasa sekarang,
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya.Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena :
a)      Pesan yang didorong oleh isi
b)       Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori
c)      Manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran
Teknologi Cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran.
 Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar.
Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1)      Teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang
2)       Keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif
3)      Keduanya berbentuk visual yang statis
4)      Pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual
5)      Keduanya berpusat pada pembelajar
6)      Informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
Teknologi Audio-Visual; merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan denganmenggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a)      Bersifat linier
b)       Menampilkan visual yang dinamis
c)      Secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang
d)     Cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak
e)      Dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif
f)       Sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si pembelajar.
Teknologi Berbasis Komputer; merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat :
1)      Tutorial, pembelajaran utama diberikan
2)      Latihan dan pengulangan untuk membantu pembelajar mengembangkan kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari sebelumnya
3)      Permainan dan simulasi untuk memberi kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari
4)      Sumber data yang memungkinkan pembelajar untuk mengakses sendiri susunan data melalui tata cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak biasanya karakteristik:
a.       Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara linier
b.      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
c.       Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis.
d.      Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan
e.       Belajar dapat berpusat pada pembelajar dengan tingkat interaktivitas tinggi.
Teknogi Terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa. Jenis media yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini,– khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.Pembelajaran dengan teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1)      Dapat digunakan secara acak, disamping secara Linier
2)      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
3)       Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman Pembelajar, relevan dengan kondisi pembelajar, dan di bawah kendali pembelajar.
4)      Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran
5)      Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
6)      Bahan belajar menunjukkan interaktivitas pembelajar yang tinggi
Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.
C.     Pemakaian
Pemakaian adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang berkelanjutan..
Karya Dale pada 1946 yang berjudul Audiovisual Materials in Teaching, yang di dalamnya mencoba memberikan rasional umum tentang pemilihan bahan dan aktivitas belajar yang tepat. Pada tahun, 1982 diterbitkan diterbitkan buku Instructional Materials and New Technologies of Instruction oleh Heinich, Molenda dan Russel. Dalam buku ini mengemukakan model ASSURE, yang dijadikan acuan prosedur untuk merancang pemanfaatan media dalam mengajar. Langkah-langkah tersebut meliputi :
 (1) Analyze leraner (menganalisis pembelajar)
 (2) State Objective (merumuskan tujuan)
 (3) Select Media and Materials (memilih media dan bahan)
 (4) Utilize Media and Materials (menggunakan media dan bahan)
(5) Require Learner Participation (melibatkan siswa)
(6) Evaluate and Revise (penilaian dan revisi)
Pemanfaatan Media; yaitu penggunaan yang sistematis dari sumber belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindaklanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pembelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terrencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi inovasi pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian berpaling ke perspektif penyelenggara.
Rogers (1983) melakukan studi tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Hasil studinya telah memperkuat pandangan tentang pentahapan, proses, serta variabel yang dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan bergantung pada upaya membangkitkan kesadaran, keinginan mencoba dan mengadopsi inovasi. Dalam hal ini, penting dilakukan proses desiminasi, yaitu yang sengaja dan sistematis untuk membuat orang lain sadar adanya suatu perkembangan dengan cara menyebarkan informasi. Desiminasi ini merupakan tujuan awal dari difusi inovasi. Langkah-langkah difusi menurut Rogers (1983) adalah :
ü  Pengetahuan
ü   Persuasi atau bujukan
ü   Keputusan
ü   Implementasi
ü   Konfirmasi.
Implementasi dan Institusionalisasi; yaitu penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum berkembang sebaik-bidang-bidang yang lain. Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.
Kebijakan dan Regulasi; adalah aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan pemanfaatan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu.
D.    Pengertian Managemen
Managemen adalah  proses pendayagunaan semua orang dan fasilitas. Sesuai dengan uraian diatas ada beberapa pakar pendidikan mendefinisikan manajemen yaitu proses kerja dengan dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Oleh karena definisinya itu, banyak pakar administrasi pendidikan yang berpendapat bahwa manajemen itu merupakan kajian administrasi ditinjau darui sudut prosesnya. Dengan kata lain, manajemen itu merupakan proses, terdiri atas kegiatan-kegiatan dalam upaya mencapai tujuan kerja sama (administrasi) secara efisien. Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat Gorton (1976) yang menegaskan bahwa manajemen merupakan metode yang akan digunakan administrator untuk melakukan tugas-tugas tertentu atau mencapai tujuan tertentu atau mencapai tujuan tertentu
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui : perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum.
Dengan semakin rumitnya praktek pengelolaan dalam bidang teknologi pembelajaran ini, teori pengelolaan umum mulai diterapkan dan diadaptasi. Teori pengelolaan proyek mulai digunakan, khususnya dalam proyek desain pembelajaran. Teknik atau cara pengelolaan proyek-proyek terus dikembangkan, dengan meminjam dari bidang lain. Tiap perkembangan baru memerlukan caraa pengelolaan baru pula.
Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh bergantung pada pengelolaannya, karena lokasi yang menyebar. Dengan lahirnya teknologi baru, dimungkinkan tersedianya cara baru untuk mendapatkan informasi. Akibatnya pengetahuan tentang pengelolaan informasi menjadi sangat potensial. Dasar teoritis pengelolaan informasi bersal dari disiplin ilmu informasi. Pengelolaan informasi membuka banyak kemungkinan untuk desain pembelajaran, khususnya dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran yang dirancang sendiri.

Pengelolaan Proyek; meliputi : perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional (line and staff management) karena :
1.      Staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka pendek
2.      Pengelola proyek biasanya tidak memiliki wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka yang sementara
3.      Pengelola proyek memiliki kendali dan fleksibilitas yang lebis luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain. Peran pengelola proyek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman proyek dan memberi saran perubahan internal.
Pengelolaan Sumber; mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber memliki arti penting karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup, personil keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
Pengelolaan sistem penyampaian; meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut merupakan suatu gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar.
Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan penyampaian sering bergantung pada sistem pengelolaan sumber.
Pengelolaan informasi; meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. Pentingnya pengelolaan informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran.
Atas dasar  uraian diatas, kajian tentang hakikat  manajemen, selain ditinjau dari definisinya sebagimana dikemukakan diatas manajemen memiliki tujuan manajemen adalah terselenggaranya keselurahan program kerja secara efektif dan efisien. Efektif berarti mencapai tujuan, sedangkan efisien, dalam artian umum bermakna hemat.  Jadi, ada dua tujuan pokok dengan diterapkannya manajemen dalam suatu penyelesaian pekerjaan, organisasi, instansi, atau lembaga.Langkah-langkah dalam manajemen yaitu identifikasi masalah, diagnosis masalah, penetapan tujuan, pembuatan keputusan, perencanaa, pengorganisasian, pengordordiasian, pendelegasian, penginisasian, pengomunikasian, kerja dengan kelompok-kelompok dan penilain.

E.     Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah bagian dari sistem manajenen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring,dan evaluasi. Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation, dalam bahasa Arab al-taqdir dalam bahasa Indonesia adalah penilaian. Akar katanya adalah value dalam bahasa Arab al-qimah dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Dengan demikian secara haerfiah education evaluation atau al-taqdir al-tarbawiy yang dapat diartikan sebagai penialain dalam bidang paendidikan atau pembelajaran atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan pendidikan atau pembelajaran. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehinnga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Lembaga  Administrasi Negara mengemukkan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan sebagai berikut :
1)      Proses / kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan atau pembelajaran, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukkan.
2)      Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan atau pembelajaran.
Tujuan dari evaluasi ada dua dua yaitu secara umum dan secara khusus.
1.      Secara  Umum
a.       Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengukuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.      Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
2.      Secara Khusus
a.       Untuk merangsang kegiatan pesrta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
b.      Untuk menacari dan menemukkan fakor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakkeberhasilan peserta didik dalam mengukuti program pendidika, sehingga dapat dicari dan ditemukkan jalan keluar atau cara-cara perbaikkannya.
Kegunaan yang dapat dipetik dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah :
1)      Terbukanya kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program pendidikan.
2)      Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara program pendidikan yang telah dirumuskan dengan tujuan yang hendak dicapai.
3)      Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikkan, penyesuaian, dan penyempurnaan program pendidikan yang dipandang lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan, akan dicapai dengan hasil yang sebaik-baiknya.
Evaluasi merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar, mencakup :
ü  Analisis masalah
ü  Pengukuran acuan patokan
ü  Penilaian formatif
ü  Penilain sumatif. .
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, proyek , produk. Penilaian program - evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam penyusunan kurikulum. Sebagai contoh misalnya penilaian untuk program membaca dalam suatu wilayah persekolahan, program pendidikan khusus dari pemerintah daerah, atau suatu program pendidikan berkelanjutan dari suatu  lembaga pendidikan.
Penilaian proyek – evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna melakukan suatu tugas tertentu dalam suatu kurun waktu. Contoh, suatu lokakarya 3 hari mengenai tujuan perilaku. Kunci perbedaan antara program dan proyek ialah bahwa program diharapkan berlangsung dalam yang tidak terbatas, sedangkan proyek biasanya diharapkan berjangka pendek. Proyek yang dilembagakan dalam kenyataannya menjadi program.
Penilaian bahan (produk pembelajaran) – evaluasi yang menaksir kebaikan atau manfaat isi yang menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kurikulum, film, pita rekaman, dan produk pembelajaran lainnya.
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan karakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels and Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan sebagai “jurang antara “apa yang ada”dan “apa yang seharusnya ada” dalam pengertian hasil (Kaufman,1972). Analisis kebutuhan diadakan untuk kepentingan perencanaan program yang lebih memadai.
Pengukuran Acuan Patokan; pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam tes acuan patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor minimal tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang ditentukan.
Penilaian Formatif dan Sumatif; berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Stake “ Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif, apabila para tamu mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif. Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan, sebagai contoh : lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas, lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif. Hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai hasil, bukannya prose  hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif. Metoda yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi