1.
Pengertian
Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Madh
Pemberian sifat jelek terhadap sesuatu, kemudian datang lagi sifat
jelek yang kedua menggunakan huruf istitsna dalam ilmu badi’ disebut تأ كيد الذ م بما يشبه
المد ح (memperkuat
celaan dengan kalimat yang menyerupai pujian). Menurut Mardjoko Idris dalam
bukunya Ilmu Balagah yang dikutip dari Ali Jarim memberikan definisi:
2.
Pembagian Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Madh
Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Madh terbagi
menjadi dua macam yaitu :
a.
Mengistisna
dari sifat pujian yang dinafikan dari suatu sifat celaan dengan memperkirakan
masuk padanya atau mengecualikan sifat celaan dari sifat pujian yang dinafikan.
Contohnya
فُلاَنُ
لَا خَيْرَ فِيْهِ اِلاَ اَنَّهُ يَسِى ءُ اِلى مَنْ احْسَنَ اِلَيْهِ
Si Fulan tidak mempunyai kebaikan, kecuali dia suka menjelekkan
kepada orang yang berbuat baik kepadanya.
Kata-kata
tiada kebaikan si Fulan itu celaan, lalu diikuti dengan kata-kata suka
menjelekkan kepada orang yang berbuat baik kepadanya, sepintas lalu merupakan
pujian, padahal menambah celaan.
b.
Menetapkan
sifat celaan lalu diikuti dengan istisna’ yang mengandung celaan lagi,
contohnya :
فُلاَنُ فَا سِقٌ اِلاَّ اَنَّهُ جَا هِلٌ
3.
Contoh-Contoh Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Mad
لا
حسن في المنزل إلا أنه مظلم ضيق الحجرات
Tiada keindahan dalam rumah, hanya saja gelap dan sempit kamarnya
Diperhatikan pada contoh diatas kita menemukan pembicara mencela
sebauh rumah dengan ungkapan( لا حسن في المنزل ) tiada keindahan rumah itu,
setelah digunakan huruf istisna yang mengisyaratkan akan dating pujian setelah
istisn’. Namun yang terjadi sebaliknya, pembicara justru memberikan sifat
celaan untuk yang kedua kalinya,yaitu dengan ungkapan مظلم ضيق الحجرات gelap dan kamarnya sempit. Pemberian celaan yang kedua itu sebenarnya
dimaksudkan sebagai penguat terhadap celaan yang pertama.
لا عزة لهم بين العشا ئر غير أن جا رهم ذ ليل
Tidak ada kemuliaan bagi mereka dalam pergaulan,hanya saja
tetangga-tetangga mereka hina.
Pada contoh diatas al-Mutakalim member sifat celaan kepada suatu
kaum dengan cara meniadakan sifat mulia bagi mereka, ungkapan yang
digunakan adalah لا
عزة لهم
tiada ada kemuliaan bagi mereka ,setelah itu digunakan huruf
istisna’ yang mengisyaratkan akan datang pujian bagi mereka, namun yang terjadi
sebaliknya, pembicara mendatngkan celaan yang lain dengan meniadakan sifat baik
bagi tetangganya, ungkapan yang digunakan adalah أن جا
رهم ذ ليل tetangga
mereka orang-orang hina. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
peniadaan sifat baik pada kalimat yang kedua memperkuat peniadaan sifat baik
pada kalimat pertama.
هو
بذئ اللسا ن غير أن صد ره مجمع الاضغان
Ia adalah orang yang kotor lidahnya, hanya saja dadanya merupakan
tempat berkumpulnya kedengkian.
Pada contoh diatas pembicara memberikan sifat yang jelek kepada
seseorang, ungkapan yang digunakan adalah بذئ اللسا ن ia orang yang
kotor ucapannya, setelah didatangkan huruf istisna’yang member kesan
akan datang sifat yang terpuji setelahnya, namun kenyataannya lain, pembicara
mendatangkan sifat yang jelek lagi kepada orang itu, ungkapan yang digunakan
adalah صد ره مجمع الاضغان dadanya penuh dengan kedengkian .
Sifat jelek yang kedua ini tentu akan memperkuat sifat jelek yang pertama.
Contoh dalam
Al-Qur’an dalam QS. Al-Qiyamah ayat 31-32
فَلاَ صَدَّ قَ وَ لاَ صَلَّى . وَلكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى
Karena dia (dahulu)tidak mau membenarkan( Al-Qur’an dan Rasul)dan
tidak mau menjalankan sholat. Tetapi dia justru mendustakan (Rasul) dan
berpaling (dari kebenaran)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar