˚◦♥◦˚تأ كيد الذ م بما يشبه المد ح ˚◦♥◦˚

1.      Pengertian Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Madh
Pemberian sifat jelek terhadap sesuatu, kemudian datang lagi sifat jelek yang kedua menggunakan huruf istitsna dalam ilmu badi’ disebut  تأ كيد الذ م بما يشبه المد ح (memperkuat celaan dengan kalimat yang menyerupai pujian). Menurut Mardjoko Idris dalam bukunya Ilmu Balagah yang dikutip dari Ali Jarim memberikan definisi:
تأ كيد الذ م بما يشبه المد ح adalah memperkuat celaan dengan kalimat yang menyerupai pujian 
2.      Pembagian Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Madh
Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Madh terbagi menjadi dua macam yaitu :
a.         Mengistisna dari sifat pujian yang dinafikan dari suatu sifat celaan dengan memperkirakan masuk padanya atau mengecualikan sifat celaan dari sifat pujian yang dinafikan. Contohnya
فُلاَنُ لَا خَيْرَ فِيْهِ اِلاَ اَنَّهُ يَسِى ءُ اِلى مَنْ احْسَنَ اِلَيْهِ
Si Fulan tidak mempunyai kebaikan, kecuali dia suka menjelekkan kepada orang yang berbuat baik kepadanya.
Kata-kata tiada kebaikan si Fulan itu celaan, lalu diikuti dengan kata-kata suka menjelekkan kepada orang yang berbuat baik kepadanya, sepintas lalu merupakan pujian, padahal menambah celaan.
b.        Menetapkan sifat celaan lalu diikuti dengan istisna’ yang mengandung celaan lagi, contohnya :
فُلاَنُ فَا سِقٌ   اِلاَّ اَنَّهُ جَا هِلٌ
Si Fulan itu orang fasik, kecuali dia itu bodoh
3.      Contoh-Contoh Ta’kid adz-Dzam bima Yusybihu al-Mad
لا حسن في المنزل إلا أنه مظلم ضيق  الحجرات
Tiada keindahan dalam rumah, hanya saja gelap dan sempit kamarnya
Diperhatikan pada contoh diatas kita menemukan pembicara mencela sebauh rumah dengan ungkapan( لا حسن في المنزل ) tiada keindahan rumah itu, setelah digunakan huruf istisna yang mengisyaratkan akan dating pujian setelah istisn’. Namun yang terjadi sebaliknya, pembicara justru memberikan sifat celaan untuk yang kedua kalinya,yaitu dengan ungkapan مظلم ضيق  الحجرات gelap dan kamarnya sempit. Pemberian celaan yang kedua itu sebenarnya dimaksudkan sebagai penguat terhadap celaan yang pertama.
لا  عزة لهم بين العشا ئر غير أن جا رهم ذ ليل
Tidak ada kemuliaan bagi mereka dalam pergaulan,hanya saja tetangga-tetangga mereka hina.
Pada contoh diatas al-Mutakalim member sifat celaan kepada suatu kaum dengan cara meniadakan sifat mulia bagi mereka, ungkapan yang digunakan adalah لا  عزة لهم tiada ada kemuliaan bagi mereka ,setelah itu digunakan huruf istisna’ yang mengisyaratkan akan datang pujian bagi mereka, namun yang terjadi sebaliknya, pembicara mendatngkan celaan yang lain dengan meniadakan sifat baik bagi tetangganya, ungkapan yang digunakan adalah أن جا رهم ذ ليل tetangga mereka orang-orang hina. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa peniadaan sifat baik pada kalimat yang kedua memperkuat peniadaan sifat baik pada kalimat pertama.
هو بذئ اللسا ن غير أن صد ره مجمع الاضغان
Ia adalah orang yang kotor lidahnya, hanya saja dadanya merupakan tempat berkumpulnya kedengkian.
Pada contoh diatas pembicara memberikan sifat yang jelek kepada seseorang, ungkapan yang digunakan adalah بذئ اللسا ن ia orang yang kotor ucapannya, setelah didatangkan huruf istisna’yang member kesan akan datang sifat yang terpuji setelahnya, namun kenyataannya lain, pembicara mendatangkan sifat yang jelek lagi kepada orang itu, ungkapan yang digunakan adalah صد ره مجمع الاضغان dadanya penuh dengan kedengkian . Sifat jelek yang kedua ini tentu akan memperkuat sifat jelek yang pertama.
            Contoh dalam Al-Qur’an dalam QS. Al-Qiyamah ayat 31-32
فَلاَ صَدَّ قَ وَ لاَ صَلَّى . وَلكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى
Karena dia (dahulu)tidak mau membenarkan( Al-Qur’an dan Rasul)dan tidak mau menjalankan sholat. Tetapi dia justru mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar