A.
Pengertian Mutadhad
Menurut bahasa المثضاد (almutadhadh) berasal dari kata ضد يضد ضدا yang berarti menolak, berlawanan, atau
kontradiksi. Sedangkan menurut istilah المثضاد (almutadhadh) adalah sebuah lafadz yang
menghendaki makna dan lawan katanya, atau dua kalimat yang berlawanan maknanya.
Dalam bahasa arab, Taufiqurrahman menyebutkan dalam bukunya, bahwa
antonim adalah dua kata atau lebih yang maknanya dianggap berlawanan. Disebut
dianggap berlawanan karena sifat berlawanan dari dua kata yang berantonim ini
sangat relatif.
Misalnya kata الجون yakni kata berlawanan yang maknanya putih dan
hitam, kata الجلل maknanya yakni yang terhormat dan yang hina, الصارخ yang berarti yang minta tolong dan yang
menolong, المسجور yang artinya penuh) dan kosong, kata البسل yang maknanya halal dan haram, dan lain-lain sebagainya.
B.
Perbedaan pendapat seputar Mutadhad
Mutadhadh merupakan jenis khusus lafadz isytirok lafdziy yang telah
dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu, terjadilah pertentangan oleh para
ulama-ulama Arab dalam menolak dan menerima musytarok lafdziy.
Setelah terjadi pertentangan ulama-ulama Arab, mereka mengumpulkan
berbagai contoh. Adapun ulama yang terkenal dalam menolak mutadhadh diantaranya
adalah Ibnu Darastawayhi, yang mengumpulkan antonim dan menulisnya dalam sebuah
buku khusus yang dinamakan “ibtholul ithdad”. Diriwayatkan oleh Ibnu Sayyidah
dalam bukunya “al-mukhassash” tentang pengingkaran itdhadh yang telah
dibicarakan oleh para pakar bahasa dan menjadikan satu lafadz dari sesuatu dan
lawannya.
Sedangkan kelompok lain berpendapat tentang banyaknya antonim,
serta memberikan contohnya. Di antara tokoh-tokohnya adalah al-Khalil,
Sibawayhi, Abu Ubaidah, Abu Zaid al-Anshori, Ibnu Faris, Ibnu Sayyidah,
as-Tsa’labi, al-Mabrud, dan Suyuthi. Menurut Suyuthi dan Ibnu Sayyidah jumlah
antonim yakni tidak lebih dari 100 lafadz. Akan tetapi, ada beberapa orang dari
kelompok ini telah memahami tentang batasan-batasan uraian antonim serta
contohnya. Mereka adalah Qutrub, al-Asma’iy, Abu Bakar bin Ambar, at-Tauzi,
al-Birkaat bin Ambar dan Ibnu Dahan. Di antara kitab terkenal adalah kitab ithdad
karangan Ibnu Ambar yang berpendapat bahwa ithdad lebih dari 400 lafadz.
Masing-masing kelompok berusaha untuk mempertahankan pendapatnya.
Kelompok pertama yang menolak adanya itdhad tidak memperbolehkan untuk mengkaji
beberapa contoh ithdad, sampai Ibnu Durusturiyyah seorang yang menolak adanya
ithdad terpaksa mengakui adanya kata-kata asing dalam lafadz-lafadz tersebut.
Beliau berkata: “hanya bahasalah yang memiliki makna yang berlawanan, walaupun
memperbolehkan satu lafadz memiliki dua makna yang berbeda atau salah satu di
antaranya merupakan antonim dari kata yang lain.”
Adapun kelompok yang lainnya mengatakan bahwa belum banyak lafadz
idhdhad dalam bahasa arab. Oleh sebab itu banyak contoh-contoh yang
diperkirakan kelompok ini merupakan bagian dari idhdhad yang memungkinkan dapat
diuaraikan dalam bentuk lain. Misalnya penggunaan lafadz yang mujarrod
at-tafaa’ul, seperti kata المفازة (kemenangan, keselamatan) berlawanan dengan kata الهلكة (kematian, kebinasaan), kata السليم (yang tidak bercacat, sempurna) berlawanan
dengan kata الملدوغ
(yang ada cacatnya), dan kata الريان (minuman) berlawanan dengan النهل (yang minum).
Selain itu kata idhdhad juga telah digunakan sebagai kata-kata
ejekan atau menghina lawan bicara. Seperti kata العاقل (yang pintar) berlawanan dengan kata الأحمق (yang bodoh), الأبيض (putih) berlawanan dengan kata الأسود(hitam),
الملان (penuh) berlawanan dengan kata الفراغ (kosong), المولى (tuan) berlawanan dengan kata العبد (budak), البصر (yang bisa melihat) berlawanan dengan kata الأعمى (yang buta), dan lain sebagainya.
Ada juga idhdhad yang lahir karena perpindahan makna aslinya ke
makna majazi yang digunakan dalam balaghah. Sebagaimana firman Allah SWT. نسوا الله فنسيهم Kata
kerja kedua tidak menggunakan makna aslinya, karena Allah tidak mungkin
memiliki sifat pelupa akan tetapi bermakna الأهمل (membiarkan) dengan meninggalkan maksudnya
dengan jalan isti’aroh. Isti’aroh ini sangat bagus untuk memberikan kepastian
dalam menyamakan dua lafadz, dan menyamakan antara balasan dan perbuatan.
Adupula jenis antonim yang menggunakan kalimat asli dan mengambil
makna umumnya yang diikuti oleh dua antonim. Inilah yang dikatakan oleh ulama
sebagai musytarok maknawiy. Misalnya kata القرء yang artinya haid dan suci, juga kata الزوج (pernikahan) yang menunjukan makna laki-laki
dan perempuan, الصريم yang menunjukan makna siang dan malam, dan
sebagainya. Serta ada antonim yang digunakan dari segi tashrif, misalnya kata الممتازdan
kata مرت.
C.
Sebab Terjadinya Lafadz Mutadhad
1.
Banyaknya dialek Arab.
Beberapa lafadz antonim seperti kata وثب, dalam kabilah Mudhor maknanya melompat,
sedangkan dalam kabilah Himyar artinya duduk. Kata السدفة dalam kabilah Tamim maknanya gelap, sedangkan
dalam kabilah Tamim maknanya terang.
2.
Perkembangan makna asal.
3.
Menyimpangnya antonim dari makna aslinya.
Misalnya
kata هجد yang artinya tidur dan menahan tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar